Beranda | Artikel
Adab-Adab Ketika Buang Hajat
Senin, 17 Agustus 2020

Bersama Pemateri :
Ustadz Musyaffa Ad-Dariny

Adab-Adab Ketika Buang Hajat merupakan bagian dari kajian Islam ilmiah Kitab Shahihu Fiqhis Sunnah wa Adillatuhu yang disampaikan oleh Ustadz Dr. Musyaffa Ad-Dariny, M.A. Hafidzahullah. Kajian ini disampaikan pada Senin, 27 Dzulhijjah 1441 H / 17 Agustus 2020 M.

Download kajian sebelumnya: Adab-Adab dan Cara Istinja’

Kajian Tentang Adab-Adab Ketika Buang Hajat

Kita kemarin sudah sampai pada adab menjauhi tempat-tempat yang biasa didatangi dan digunakan oleh manusia, seperti jalan umum. Maka jangan sampai kita buang air di tempat tersebut. Seperti misalnya tempat berteduh, itu adalah tempat umum, jangan sampai kita buang air di tempat tersebut. Kita juga kemarin contohkan sumur yang biasanya orang-orang mengambil air di tempat itu, jangan sampai kita buang air di sana. Begitupula misalnya pasar, manusia banyak berkumpul di pasar, jangan sampai kita buang air di sana. Karena ini akan mendatangkan laknat dari banyak orang, nanti akan banyak doa-doa keburukan yang keluar dari mulut orang-orang yang terkena gangguannya. Makanya jangan sampai kita buang hajat atau buang air di tempat-tempat yang demikian.

Hindarilah buang air di tempat kita mandi apabila airnya tidak langsung mengalir

Termasuk diantara adab yang berikutnya adalah hindarilah buang air di tempat kita mandi apabila airnya tidak berjalan atau apabila tidak ada pembuangan air. Jadi kalau kita mandi dan biasanya air menggenang di tempat tersebut, jangan sampai kita kencing di tempat itu. Karena nantinya akan menimbulkan was-was sebagaimana disebutkan oleh sebagian ulama. Yaitu ketika kita kencing di tempat tersebut, nantinya kita akan khawatir najisnya tersebut tercipta kemana-mana. Mungkin saja kita akan was-was baju yang kita letakkan di gantungan di samping atau di dekat situ terciprat air yang yang terkena najis dari air seni kita. Maka hindarilah kencing di tempat mandi yang airnya tidak bisa berjalan dengan baik.

Kalau ada genangan air di bawah kita karena air mandi yang kita gunakan, maka jangan sampai kita kencing di tempat tersebut. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dahulu melarang hal ini. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits yang shahih diriwayatkan oleh Imam An-Nasa’i dan Imam Abu Dawud.

نهى النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَبُولَ الرَّجُلُ فِي مُغْتَسَلِهِ

“Bahwa Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah melarang kencingnya seseorang di tempat mandinya.” (HR. An-Nasa’i dan Abu Dawud)

Para ulama mengatakan bahwa kasusnya hadits ini adalah tempat mandi yang tidak ada tempat berjalannya air. Jadi kalau kita mandi di tempat tersebut airnya menggenang di bawah kita. Sehingga apabila tempat mandi kita ada air yang bisa langsung mengalir ke tempat lain, maka larangan ini tidak berlaku. Larangan ini tempatnya adalah ketika seseorang mandi di suatu tempat yang airnya biasanya menggenang di bawahnya dan tidak langsung pergi. Karena hal tersebut akan mendatangkan najis begitu pula hal tersebut akan mendatangkan was-was bagi orang yang mandi di tempat itu.

Tidak buang air kecil di tempat yang airnya tidak mengalir

Tidak buang air kecil di tempat yang airnya tidak mengalir. Seperti misalnya di kolam, di danau, ini airnya tidak mengalir. Jangan kita kencing di tempat-tempat demikian. Ini termasuk diantara adab yang diajarkan oleh Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Sahabat Jabir Radhiyallahu ‘Anhu pernah mengatakan:

نَهَى أَنْ يُبَالَ فِى الْمَاءِ الرَّاكِدِ

“Bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melarang kencing di tempat yang airnya berhenti, tidak mengalir ke tempat lain.”

Memang kalau airnya banyak, maka air kencing kita mungkin tidak mempengaruhi kesucian air di tempat tersebut. Tapi tetap saja itu sesuatu yang sangat tidak baik. Bayangkan kalau setiap orang melakukan hal yang sama padahal airnya tidak berjalan, maka lama-kelamaan air tersbut akan rusak karena banyaknya orang yang kencing di tempat tersebut.

Memilih tempat yang tanahnya lembek, bukan tanah yang keras

Memilih tempat yang tanahnya lembek, bukan tanah yang keras. Ini ketika seseorang buang air kecil, yaitu agar air seni yang terjatuh tidak muncrat ke tempat lain. Maka dilanjutkan memilih tempat yang tanahnya lembek. Ini bagi orang-orang yang kencingnya di luar. Misalnya ketika kita pergi ke hutan atau pergi ke tanah lapang yang tidak ada toilet di sana, maka berusahalah mencari tempat yang tanahnya lembek atau tanah berpasir  sehingga air seni kita langsung diserap oleh tanah.

Hindari buang air kecil di tempat-tempat tanahnya keras atau bahkan batu, atau misalnya corcoran sehingga airnya tidak diserap oleh tempat yang ada di bawah kita, tapi air seninya menjadi kemana-mana. Hindarilah tempat-tempat yang demikian. Carilah tempat yang bisa menyerap air seni yang kita buang. Ini termasuk diantara hajat yang disebutkan oleh para ulama.

Membaca غُفْرَانَكَ

Membaca غُفْرَانَكَ (Ghufranak: ampunanmu ya Allah) ketika keluar dari tempat buang hajat. Maksud dari kata “ghufranaka” adalah doa. Ya Allah, aku meminta ampunanMu. Meminta ampun kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah kebiasaannya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ketika keluar dari tempat buang hajat.

Hal ini telah disampaikan oleh ibunda kita ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha, beliau mengatakan:

أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ إِذَا خَرَجَ مِنَ الْغَائِطِ قَالَ « غُفْرَانَكَ ».

“Bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dahulu apabila beliau keluar dari tempat buang hajat, maka beliau membaca ghufranaka.” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah, Ad Darimi)

Kenapa kalau keluar dari tempat buang hajat kita dianjurkan untuk meminta ampun kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala?  Sebagian ulama mengatakan diantara hikmahnya adalah karena ketika buang hajat kita tidak dibolehkan untuk berdzikir, sehingga ada waktu yang lumayan lama yang tidak kita gunakan untuk berdzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka kita sangat pantas untuk meminta ampun kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala karena tidak menggunakan waktu yang kita gunakan untuk buang hajat untuk berdzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ini diantara hikmah yang disebutkan oleh para ulama.

Dari sini kita bisa mengambil pelajaran yang sangat berharga. Yaitu bahwa sudah seharusnya kita membasahi lisan kita secara terus-menerus dengan dzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karena ternyata Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam meminta ampun kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala karena tidak menggunakan waktunya ketika buang hajat untuk berdzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kalau hikmah yang disebutkan oleh para ulama ini benar adanya, maka ini menunjukkan bahwa dahulu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam selalu membasahi lisannya dengan berdzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Maka apabila kita berada di waktu-waktu dimana lisan kita tidak kita gunakan untuk melakukan suatu apapun, maka sibukkanlah lisan kita dengan berdzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Terutama dzikir-dzikir sangat tinggi keutamaannya. Seperti misalnya dzikir Laa Ilaaha Illallah yang dikabarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

أَفْضَلُ الذِّكْرِ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ

“Dzikir yang paling afdhal adalah Laa Ilaaha Illallah.” (HR. Tirmidzi, An-Nasa’i)

Lalu apalagi adab-adab dan cara istinja’? Mari download mp3 kajian dan simak penjelasan selanjutnya..

Download mp3 Kajian Tentang Adab-Adab Ketika Buang Hajat


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/48890-adab-adab-ketika-buang-hajat/